Rethinking Tourism Industry In Yogyakarta: Melihat Kembali Daya Dukung Pariwisata Gunungkidul

HMTPWK FT UGM
12 min readOct 9, 2021

--

Oleh : Ajeng Tri Kadesti, Akbar Anwar Syahrul, dan Rifqi Ananda Guswiputra

Kondisi Wisata di Kabupaten Gunungkidul

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah dengan daya tarik wisata alam dan budaya yang atraktif, salah satunya adalah Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul berada di bagian timur-tenggara Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Gunungkidul memiliki wilayah seluas 1.485,36 km2 atau sekitar 47,41% luas Daerah Istimewa Yogyakarta dan beribu kota di Wonosari. Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 15 kapanewon, 114 kelurahan, dan 1.431 padukuhan.

Pariwisata di Kabupaten Gunungkidul cukup potensial dan beragam, baik wisata alam maupun wisata budaya dan religi. Beberapa contoh wisata alam yang ada di Kabupaten Gunungkidul adalah pantai, gua, air terjun, pegunungan, dan kawasan karst. Diantara beberapa jenis objek wisata tersebut, objek wisata pantai merupakan objek wisata unggulan Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul memiliki garis pantai sepanjang 72 km yang membentang dari barat ke timur dan membentuk batas bagian selatan Kabupaten Gunungkidul. Beberapa objek wisata pantai yang terkenal di Kabupaten Gunungkidul adalah Pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai Krakal, Pantai Sundak, dan Pantai Ngandong.

Selain objek wisata pantai, Kabupaten Gunungkidul juga memiliki wisata alam yang unik, yaitu kawasan karst yang sangat luas. Beberapa objek wisata kawasan karst yang sering dikunjungi di Kabupaten Gunungkidul adalah Gua Ngingrong, Lembah Karst Mulo, Gua Cokro, dan Gua Pindul. Selain itu, Kabupaten Gunungkidul memiliki budaya yang beragam dan unik, seperti tradisi rasulan, upacara melasti, kesenian rinding gumbeng, dan wayang kulit.

Meskipun Kabupaten Gunungkidul memiliki objek wisata yang banyak dan beragam, secara statistik jumlah pengunjung yang datang sangat sedikit bila dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain di Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Kabupaten Gunungkidul memiliki 53 objek wisata atau 23,77% objek wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, tetapi hanya menyumbang 12,83% jumlah wisatawan domestik dan mancanegara yang datang ke Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS, 2021).

Gambar 1. Grafik pertumbuhan jumlah wisatawan Kabupaten Gunungkidul (Sumber: BPS Kabupaten Gunungkidul, 2021)

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa telah terjadi penurunan jumlah wisatawan yang signifikan pada tahun 2020 di Kabupaten Gunungkidul. Hal ini disebabkan karena adanya pandemi Covid-19 yang memaksa pemerintah daerah untuk menutup objek-objek wisata. Namun, apabila dilihat pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah wisatawan yang datang ke Kabupaten Gunungkidul naik-turun meskipun trennya tetap menunjukkan peningkatan.

Sektor pariwisata di Kabupaten Gunungkidul menghadapi beberapa kendala, seperti aksesibilitas objek wisata yang kurang baik, akses internet yang kurang stabil atau bahkan tidak ada, kurangnya sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata, kurangnya sumber daya manusia yang mampu mengelola pariwisata, dan kurang gencarnya promosi objek wisata di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun demikian, pemerintah dan swasta tetap berusaha membangun pesisir selatan Kabupaten Gunungkidul sehingga jumlah objek wisatanya terus bertambah. Namun, hal tersebut justru menimbulkan permasalahan lain, yaitu masifnya pembangunan fisik di kawasan-kawasan yang berstatus kawasan lindung. Pembangunan tersebut tidak seharusnya dilakukan karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dan bisa saja melebihi daya dukung dan daya tampung kawasan tersebut.

Daya Dukung dan Daya Tampung

Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, daya dukung lingkungan hidup adalah besaran kemampuan suatu unit lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan sejumlah populasi manusia. Sementara itu, daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya, terutama sebagai sisa dari proses kegiatan populasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara sederhana, daya dukung adalah besaran populasi maksimum yang dapat hidup dalam suatu lingkungan sehingga lingkungan tersebut dapat lestari, sedangkan daya tampung adalah jumlah komponen-komponen yang dapat ditampung oleh suatu lingkungan.

Dalam penerapannya, analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan memiliki beberapa tujuan. Pertama adalah untuk memanfaatkan sumber daya dalam mendukung aktivitas populasi tidak melampaui batas maksimal kemampuan lingkungan hidup. Kedua, mewujudkan penataan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung sehingga dapat menjamin keberlanjutan suatu wilayah. Ketiga, mengurangi efek negatif dari pembangunan yang sedang dilakukan terhadap lingkungan. Terakhir yaitu analisis ini memiliki tujuan agar bisa dijadikan landasan dalam perencanaan dan dapat mengendalikan pencemaran lingkungan.

Ada dua mekanisme dalam melakukan analisis daya dukung dan daya tampung. Mekanisme tersebut yaitu melalui pendekatan kapasitas penyediaan yang lebih mengarah pada aspek kuantitas dan kapasitas tampung limbah yang lebih mengarah kepada aspek kualitas. Dalam pendekatan analisis kapasitas penyediaan, beberapa aspek yang harus diperhatikan antara lain adalah kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang, perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan, dan sebagainya. Sementara itu, pendekatan analisis kapasitas tampung limbah, aspek-aspek yang harus diperhatikan misalnya jasa ekosistem, supply and demand, valuasi ekonomi, dan lain-lain.

Berdasarkan unit analisisnya, analisis daya dukung dan daya tampung dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu unit analisis menurut wilayah administrasi dan unit analisis menurut wilayah fungsional. Klasifikasi wilayah administrasi sangat beragam, mulai dari skala nasional, provinsi, kabupaten atau kota, kecamatan, bahkan hingga desa atau kelurahan. Di sisi lain, delineasi analisis daya dukung dan daya tampung juga bisa tidak mengikuti batas administrasi, melainkan sesuai wilayah fungsionalnya seperti kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan rawan bencana, dan kawasan strategis.

Pentingnya Analisis Carrying Capacity dalam Industri Pariwisata

Kemampuan atau potensi suatu kawasan dapat dijadikan sebagai tempat wisata dapat dilihat dan ditentukan oleh beberapa aspek, seperti kondisi sumber daya, jenis kegiatan yang direncanakan, luas area, dan waktu atau durasi dalam berwisata. Aspek-aspek ini dapat diperoleh dengan menganalisis daya dukung dan daya tampung kawasan wisata tersebut.

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) adalah kemampuan suatu objek wisata untuk menampung sejumlah wisatawan pada luas dan satuan waktu tertentu. Carrying capacity ini perlu diketahui secara fisik, lingkungan, dan sosial agar dapat mengkaji tentang beberapa hal, yakni jumlah wisatawan yang berkunjung, jenis pelayanan, jenis wisata yang dikembangkan, beserta sarana dan prasarananya. Analisis daya dukung kawasan menjadi pertimbangan dalam suatu kegiatan wisata agar di masa mendatang kawasan wisata tersebut dapat lebih berkembang dalam menampung wisatawan sehingga tidak melebihi daya tampung dan daya dukung (carrying capacity) kawasan yang ada. Hal ini harus dijadikan perhatian khusus agar keberlanjutan kegiatan wisata tetap dapat terjaga. Analisis daya tampung kawasan juga dilakukan untuk mengetahui kapasitas wisatawan dalam suatu ruang tertentu dan karakteristik wisatawan seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, motivasi, harapan, kepadatan wisata, lama menginap wisatawan, tipe atau jenis aktivitas wisatawan dan zonasi untuk memberikan gambaran dalam pengembangan kegiatan wisata yang ada.

Hasil dari analisis carrying capacity ini menjadi acuan atau dasar dalam pengembangan kawasan wisata dengan membuat strategi-strategi untuk keberlanjutan tempat wisata tersebut. Misalnya, dari hasil analisis daya dukung dan daya tampung tadi para stakeholder dapat membuat pola-pola alur sirkulasi kunjungan sehingga kepadatan dan penumpukan wisatawan pada satu titik dapat terhindarkan. Analisis yang dilakukan nantinya dapat berupa perhitungan jumlah pengunjung yang masuk dan keluar lokasi pariwisata.

Destinasi wisata, khususnya wisata alam sangat rentan akan terjadinya kerusakan. Apabila suatu kawasan wisata alam memiliki potensi atau daya tarik wisata yang besar, tetapi tidak diimbangi dengan adanya manajemen pengelolaan wisata yang baik maka penurunan daya dukung pariwisata itu sendiri tidak akan terelakkan. Kondisi tersebut mengakibatkan menurunnya tingkat kenyamanan wisatawan sehingga daya tarik kunjungan wisata menjadi berkurang. Hal ini akan berdampak jangka panjang pada kerusakan ekologi dan sumber daya yang ada sehingga daya tarik wisata yang dimiliki oleh suatu kawasan akan mengalami kemerosotan bahkan sampai terjadi pemberhentian kegiatan pariwisata kawasan tersebut. Akan tetapi, jika ekosistem yang ada di lokasi tersebut masih terawat dan terjaga dengan baik maka wisatawan akan dapat banyak melakukan aktivitas di lokasi tersebut sehingga akan ada kemauan untuk kembali.

Daya dukung dan daya tampung suatu destinasi akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kenyamanan dan kepuasan wisatawan. Apabila daya dukung dan daya tampung suatu kawasan wisata menurun, maka tingkat kepuasan wisatawan juga akan mengalami penurunan. Hal tersebut tentu akan memberikan efek negatif bagi suatu destinasi wisata apabila dilihat dari kondisi yang para wisatawan harapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang mereka terima di destinasi wisata tersebut. Pada dasarnya daya dukung pariwisata yang diharapkan oleh para wisatawan sendiri adalah bagaimana kawasan wisata itu tidak melampaui ambang batas sehingga dapat meminimalisir kerusakan lingkungan atau sumber daya yang ada dan juga mampu menampung kegiatan wisata secara optimal. Pihak pengelola destinasi wisata perlu mengetahui daya dukung dan daya tampung (carrying capacity) dari jumlah maksimum wisatawan yang berada atau berkunjung ke kawasan wisata tersebut. Selain itu, aktivitas kegiatan wisatawan, frekuensi kunjungan, durasi atau lama kunjungan serta klasifikasi zona wisata dalam hal ini juga perlu mendapat perhatian.

Proses Pembangunan Objek Wisata Baru di Kabupaten Gunungkidul

Pembangunan kepariwisataan daerah Kabupaten Gunungkidul berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014–2025 (RIPPARDA). Ruang lingkup RIPPARDA meliputi pembangunan industri pariwisata, pembangunan destinasi wisata, pembangunan pemasaran pariwisata, dan pembangunan kelembagaan kepariwisataan. Pembangunan objek wisata baru di Kabupaten Gunungkidul termasuk dalam ruang lingkup tersebut, terutama pada bagian pembangunan industri wisata dan pembangunan destinasi wisata.

Pembangunan kepariwisataan daerah Kabupaten Gunungkidul memiliki visi terwujudnya Gunungkidul sebagai destinasi pariwisata yang unggul berbasis alam didukung budaya yang berkelanjutan, berdaya saing menuju masyarakat maju, mandiri, dan sejahtera. Berhubungan dengan pembangunan objek wisata baru, Kabupaten Gunungkidul memiliki misi kepariwisataan mengembangkan industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, menggerakkan kemitraan usaha, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya serta mewujudkan destinasi pariwisata berbasis alam didukung budaya yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan daerah, dan masyarakat. Pada visi dan misi tersebut, telah jelas ada komitmen tertulis dari Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul membangun kepariwisataan daerahnya berbasis alam yang berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul telah menetapkan peraturan untuk membagi kawasan-kawasan wisata yang ada menjadi enam kawasan strategis pariwisata. Kawasan-kawasan wisata yang ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata tersebut diutamakan pembangunan. Kawasan-kawasan tersebut akan semakin dilengkapi dengan prasarana umum, fasilitas umum, dan fasilitas pariwisata sehingga daya tariknya menjadi semakin meningkat.

Salah satu objek wisata yang menjadi ikon pariwisata pantai di Kabupaten Gunungkidul adalah Pantai Baron. Pantai ini dikelola dan dikembangkan pertama kali oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul sendiri. Kondisi pantai ini masih terjaga ekosistem alamnya yang ditandai dengan adanya bukit-bukit dan muara sungai bawah tanah. Fasilitas di pantai ini sudah cukup memadai dengan adanya tempat parkir, kamar mandi, toilet umum, dan tempat ibadah, penginapan, warung makan, dan penjual souvenir dan pernak-pernik lainnya. Pembangunan pariwisata di pantai ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah, tetapi juga didukung dan diikuti secara aktif oleh masyarakat dan swasta.

Pantai Baron menurut Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010–2030 diperuntukkan sebagai kawasan lindung terumbu karang, pengembangan pangkalan pendaratan ikan, kawasan peruntukan pariwisata, dan kawasan strategis pengembangan pesisir dan pengelolaan hasil laut. Berdasarkan peta rencana pola ruang Kabupaten Gunungkidul yang dapat diakses secara daring, Pantai Baron dibagi menjadi beberapa peruntukan kegiatan, yaitu sempadan pantai, hutan produksi, hutan rakyat, pertanian lahan kering, dan permukiman. Namun, melalui citra satelit Google dapat dilihat bahwa telah bermunculan banyak objek wisata, resort, homestay, dan villa di kawasan yang diperuntukkan sebagai sempadan pantai. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan komitmen tertulis dari Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul.

Gambar 2 dan 3. Citra satelit kawasan Pantai Baron dan sekitarnya (Sumber: Google Satellite)

Daya dukung lingkungan di Pantai Baron terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, aspek ekologis, dan aspek sosial (Kusumastuti dan Pamungkas, 2018). Secara fisik, terdapat beberapa permasalahan terkait daya dukung lingkungannya, yaitu aktivitas yang belum terintegrasi satu sama lain (potensi konflik), ketersediaan sarana infrastruktur yang masih belum memadai untuk pengunjung, dan keanekaragaman hayati yang sudah banyak terganggu (sekarang telah ada pengendalian dari pemerintah daerah). Secara ekologis, Pantai Baron mengalami penurunan daya dukung lingkungan akibat banyaknya sampah dan limbah serta fenomena abrasi yang merusak kawasan pantai. Secara sosial, pengunjung di Pantai Baron terfokus pada dua kegiatan, yaitu berenang, menikmati keindahan laut, dan kuliner. Kegiatan ini dilakukan di dekat tempat para nelayan memarkirkan perahunya. Hal ini dapat mengurangi kepuasan pengunjung dan berpotensi menimbulkan konflik dengan para nelayan. Selain itu, jumlah pengunjung yang banyak juga akan mengganggu pemandangan ke arah laut karena pandangannya terhalang oleh pengunjung lainnya.

Pengunjung yang masuk dan berwisata ke Pantai Baron sangat banyak, terutama pada hari-hari libur dan pada saat perayaan dan tradisi tertentu. Pengunjung yang datang bisa berjumlah hingga lebih dari 10.000 pengunjung, sedangkan daya dukung ideal Pantai Baron hanya 6.302 pengunjung/hari (Kusumastuti dan Pamungkas, 2018). Banyaknya jumlah pengunjung meningkatkan kerentanan Pantai Baron terhadap kerusakan lingkungan, pencemaran akibat sampah, turunnya muka air tanah, dan munculnya genangan-genangan pada musim penghujan.

Daya dukung Pantai Baron pada saat ini tidak mampu lagi melayani jumlah pengunjung yang datang. Namun, Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul terus berusaha menambah objek dan atraksi wisata yang ada. Artinya, Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul masih ingin menambah jumlah wisatawan yang datang ke Pantai Baron meskipun pantai tersebut sudah tidak mampu lagi mendukung kegiatan wisata dengan jumlah pengunjung yang besar. Ini bertentangan dengan dengan komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul sendiri yang menetapkan akan menjadikan kawasan Pantai Baron sebagai kawasan lindung disamping fungsinya sebagai kawasan wisata.

Fenomena ketidakmampuan kawasan pesisir mendukung kegiatan pariwisata seperti dijelaskan sebelumnya tidak hanya terjadi di Pantai Baron. Akan tetapi, banyak pantai lain di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Gunungkidul mengalami fenomena yang sama. Pemerintah tetap membangun wisata pantainya meskipun kawasan tersebut tidak mampu lagi mendukung banyaknya turis yang datang. Hal ini menjadi catatan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul karena merekalah yang telah berkomitmen secara tertulis melalui peraturan yang disahkan.

Gambar 4 dan 5. Dua contoh pembangunan di pesisir Kabupaten Gunungkidul (Sumber: Google Satellite)

Lesson Learned: Pesisir Kelapa Lima, Kupang

Pentingnya analisis daya dukung daya tampung dibuktikan dengan beberapa contoh kasus kawasan wisata pesisir berikut yang sudah memberikan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan alamnya. Salah satu pembangunan pariwisata kawasan pesisir yang memberikan dampak baik bagi masyarakat dan lingkungan alamnya ada di pesisir Kelapa Lima, Kupang. Dengan adanya pembangunan pariwisata di sana, kualitas hidup masyarakatnya mengalami peningkatan dari berbagai sektor yang meliputi pendapatan, perumahan, stabilitas sosial, kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja. Hal ini disebabkan karena pembangunannya didasari oleh analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Masyarakat pesisir Kupang mendapatkan dampak yang cukup signifikan dari pembangunan pariwisata di sana. Dari sisi ekonomi, pendapatan rumah tangga mereka mengalami peningkatan karena rantai penjualan hasil laut dari nelayan menjadi lebih pendek serta kesempatan kerja semakin luas. Pada aspek sosial, kegiatan masyarakatnya menjadi lebih produktif dengan berkembangnya industri kerajinan rumah tangga. Selain itu, generasi muda juga mulai mendapatkan akses pendidikan. Terakhir, dari aspek fisik lingkungan yaitu kualitas perubahannya semakin meningkat, jumlah fasilitas-fasilitas penunjang semakin banyak, dan yang terpenting yaitu lingkungan alam tetap terjaga kelestariannya.

Sementara itu, pembangunan pariwisata pesisir yang tidak didasarkan pada analisis daya dukung dan daya tampung akan memberikan dampak negatif kepada masyarakat maupun lingkungan alamnya. Salah satu contoh pembangunan pariwisata kawasan pesisir yang berdampak negatif adalah bagi lingkungan alam adalah pariwisata di Pulau Tidung. Peningkatan permintaan terhadap sarana dan prasarana yang tidak terkontrol membuat pembangunannya dilakukan di area-area terbuka hijau dan kawasan pesisir pantai sehingga menurunkan kualitas pemandangan laut di sana. Selain itu, penumpukan sampah akibat terlalu banyaknya pengunjung yang datang ke Pulau Tidung membuat kualitas lingkungan semakin memburuk. Hal ini juga disebabkan oleh kemampuan pengolahan sampah yang tidak sebanding dengan volume sampah yang ada. Dampak lainnya adalah menurunnya kualitas air. Banyaknya wisatawan yang datang membuat kebutuhan akan air bersih semakin meningkat sehingga eksploitasi air tanah dilakukan besar-besaran dan membuat air tanah menjadi asin. Hal-hal tersebut terjadi karena pembangunan pariwisata di Pulau Tidung tidak didasarkan atas analisis daya dukung dan daya tampung terlebih dahulu.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil paparan di atas, objek wisata di kawasan pesisir Gunungkidul, khususnya Pantai Baron, dinilai masih kurang memperhatikan daya dukung dan daya tampung kawasan. Padahal strategi-strategi yang diperlukan untuk keberlanjutan suatu kawasan wisata sangat bergantung pada analisis carrying capacity. Selain itu, apabila melihat kawasan wisata di pesisir Kelapa Lima Kupang, analisis carrying capacity ini juga akan memberikan dampak baik bagi masyarakat dan lingkungan alamnya. Sementara itu, dampak buruk dari kurangnya perhatian pada analisis carrying capacity dapat terlihat pada pariwisata di Pulau Tidung yang tidak mengontrol pembangunan sarana dan prasarananya sehingga kualitas lingkungan yang ada di kawasan tersebut menurun. Hal ini akan berdampak pada kerusakan ekologi dan sumber daya yang ada sehingga daya tarik wisata yang dimiliki oleh suatu kawasan akan mengalami penurunan bahkan bisa sampai terjadi pemberhentian kegiatan pariwisata tersebut. Dengan demikian, analisis daya dukung dan daya tampung pada suatu kawasan wisata menjadi salah satu faktor penting yang harus diperhatikan agar tidak terjadi ketimpangan dalam usaha pembangunan wisata dengan lingkungan di sekitarnya.

Saran atau rekomendasi untuk Pemerintah DIY dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul

  • Menjadikan analisis daya dukung dan daya tampung sebagai salah satu prioritas utama dalam pengembangan maupun pembangunan suatu wisata
  • Memberikan sosialisasi berlanjut kepada para stakeholder mengenai daya dukung dan daya tampung kawasan wisata
  • Memberikan sanksi secara tegas kepada pihak yang melanggar peraturan
  • Mengintegrasikan pengelolaan wilayah pesisir dengan pembangunan wisata agar kualitas lingkungan dapat meningkat secara periodik

Referensi

BPS Kabupaten Gunungkidul, 2021, Kabupaten Gunungkidul dalam Angka 2021, BPS Kabupaten Gunungkidul, Wonosari.

BPS Daerah Istimewa Yogyakarta, 2021, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2021, BPS Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta.

Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul 2020, Pantai Baron, diakses dari https://wisata.gunungkidulkab.go.id/pantai-baron/

Herlandi, K 2020, ‘Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pantai Baron Kabupaten Gunungkidul’, Tesis, diakses dari http://repo.apmd.ac.id/1359/1/GILANG%20HERLANDI.pdf

Komisi X DPR RI, 2020, Laporan Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI ke Kabupaten Gunungkidul Provinsi D.I. Yogyakarta pada Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020–2021 Tanggal 12–16 Desember 2020. Komisi X DPR RI, diakses dari https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K10-12-985d1483b5f8e6e1937f3f30d3f9cb34.pdf

Kusumastuti, A H & Pamungkas A, 2018, ‘Identifikasi Potensi dan Permasalahan Daya Dukung Lingkungan berdasarkan Aspek Daya Dukung Fisik, Daya Dukung Ekologis, dan Daya Dukung Sosial pada Pantai Baron, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta’, Jurnal Teknik ITS, vol. 7, no. 1, hal. 55–59, diakses dari https://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/download/25011/4979

Kusumastuti, A H & Pamungkas A, 2017, ‘Pengukuran Skala Pengembangan Wisata Bahari Berdasarkan Aspek Daya Dukung Lingkungan pada Pantai Baron, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta’, Skripsi, diakses dari https://repository.its.ac.id/44045/

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul 2011, Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011, diakses dari https://yogyakarta.bpk.go.id/perda-kabupaten-gunungkidul-no-6-tahun-2011-tentang-rencana-tata-ruang-wilayah-kabupaten-gunungkidul-tahun-2010-2030/

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, 2014, Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 3 Tahun 2014, diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/14545

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul 2021, Sekilas Gunungkidul, diakses dari https://gunungkidulkab.go.id/D-9055270d7eb02ff55b8d46a5f9a41f4f-NR-100-0.html

Tibuludji, U S, Mahendra M S & Adhika I M, 2017, ‘Dampak Perkembangan Pariwisata terhadap Kehidupan Masyarakat Pesisir Kelapa Lima, Kupang’, Jumpa, vol. 4, no. 1, hal. 91–104 https://ojs.unud.ac.id/index.php/jumpa/article/download/34049/20554

Tulisan ini merupakan bagian dari Kajian Kolaborasi bersama @gamapict, @himapa.ugm ,dan @hmgp_ugm.

--

--

HMTPWK FT UGM

Himpunan Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.